Thursday, November 14, 2013

Cerita Muslim

Tuhan Izinkan Dia Menjadi Halal Bagiku


Pesawat Boeing 737 milik salah satu maskapai penerbangan swasta melesat membelah langit yang sudah mulai berwarna jingga. Sesaat kemuadian, dari speaker pesawat,  terdengar suara merdu pramugari “Diberitahukan kepada seluruh penumpang, untuk menggunakan sabuk pengaman karena tujuh menit lagi pesawat akan segera mendarat. Sekali lagi, diberitahukan kepada seluruh penumpang, untuk menggunakan sabuk pengaman karena tujuh menit lagi pesawat akan segera mendarat. Terimakasih!”
“Shodaqhallahul ‘Adzim…,” 
pemuda itu menghentikan bacaan al-Qur’annya, lalu menutupnya.
“al-Hamdulillah….., sebentar lagi akan bertemu mereka” dia mendesah pelan. Lalu sibuk mencari sabuk pengaman, dipasang ke tubuhnya yang terbungkus jubah putih, persis seperti pakaian yang sering dikenakan para pangeran arab. 
Dia lemparkan pandangannya ke jendela pesawat. “Subhanallah….,” mata sipitnya memandang sawah-sawah yang membentang hijau, “benar-benar bak zamrud” serunya kemudian. 
Enam menit berlalu, pesawat berkapasitas 100 penumpang itu bersiap meluncur ke landasan bandara, tak berapa lama kemudian burung besi yang mempunyai rute Jakarta-Surabaya itu sudah mendarat dengan mulus. 
Thit…, thit…., thit….., HP-nya bergetar, dia membukanya, terlihat nama kak Ayla, kakak yang sangat dirindukannya. “dik kami tunggu di kedatangan domestik,” dia tersenyum seraya memuji Tuhan. 
Lalu, “Faqih…., Faqih…., Faqih….,” di antara kerumunan penumpang dan suara bising khas Bandara, terdengar sayup-sayup suara memanggil namanya. Dia mencari asal suara, tak lama kemudian pandangannya terhenti pada sosok wajah berkerudung cokelat muda, wajah itu sudah mulai menua. Ia berada ditengah, disampingnya terlihat wajah-wajah yang sudah tak asing lagi bagi pemuda itu.
“Ummi…., Abi…., kak Ayla…., kak Sony….,” suaranya langsung melengking keras, setetes bulir bening jatuh dari pipinya yang bersih. Begitu pula dengan sosok-sosok yang dipanggilnya tadi. Mereka semua melambaikan tangan dengan tatapan penuh rindu bercampur haru.

Faqih! Begitulah sapaan akrap pemuda itu, disamping seorang Hafidzul Qur’an, dia juga tercatat sebagai mahasiswa fakultas Adab di Universitas Ummul Quro Mekkah al-Mukarramah.   
Kali ini adalah liburannya yang ketiga sejak dia kuliah di Universitas tersebut. Setahun yang lalu, dia juga berlibur ke Indonesia. Begitu juga dengan tahun sebelumnya. Dia gunakan waktu liburan untuk bersilaturrahmi dengan sanak saudaranya, juga untuk melepas rindu pada mereka dan kampung halaman tercinta.
Tapi, liburan yang sekarang ceritanya akan sedikit berbeda, akan ada yang hilang dari kebiasannya. Dimana biasanya dia tetap melaksanakan kedisplinan kampus Ummul Quro waktu liburan; Tidur dibawah jam Sembilan malam dan bangun sebelum jam tiga pagi. Tapi kali ini kebiasaan itu tak terlihat lagi, ia gunakan malam-malamnya untuk memandangi langit, mencari sesuatu disana, di balik awan, bintang dan rembulan. Dan kala pagi datang, ia lantas berkata “bawalah salam rindu ini padanya.” 
Adalah Salwa, gadis bersuara merdu itu yang akan memulai perubahan pada diri Faqih. Salwa adalah salah satu siswi di madrasah yang di ajarnya. Faqih harus menggantikan kak Ayla mengajar di MA al-Wathan, beliau yang hamil tua harus mengurangi aktivitasnya di luar rumah. 
Kadang Faqih sendiri bingung dengan perasaan ini “mengapa aku tiba-tiba berubah seperti ini? Ini tidak pantas untuk dilakukan seorang hafidzul qur’an seperti aku. Bagaimanapun juga, perasaan ini tidak halal bagiku, ini jelas-jelas haram, haram, haram.” Renungnya suatu malam.
“Mengapa aku melanggar qonun kampus? padahal aku telah mati-matian berjuang demi dapat kuliah di kota suci itu?” Faqih berdialog dengan batinnya. mata sipitnya memandang jauh ke angkasa.
Cowok yang sebenarnya masih belasteran Madura-Jepang ini mempunyai nama lengkap Muhammad Faqih, kakek Faqih adalah mantan tentara Jepang. Sang kakek memilih menjadi muaalaf dan berkeluarga dengan orang Madura. Maka tidak heran jika hampir semua keluarga Faqih bermata sipit, layaknya orang Jepang. 
Begitupun Muhammad Faqih, bungsu dari tiga bersaudara ini, selalu menjadi perhatian para kaum hawa. Puncaknya setelah dia mengajar di Malang. Tidak terhitung berapa jumlah gadis yang menatapnya penuh kagum. Banyak gadis yang mengatakan bahwa Faqih mirip artis-artis korea, bahkan ada yang menyamakannya dengan artis papan atas korea yang sekarang sedang top-topnya, Lee yun seong. Ia…. bukankah Lee yun seong bintang film City Hunter yang fenomenal itu?.
Dan, sebuah dilema bagi Faqih. Ditengah asyik mengajar, dia terpesona dengan salah seorang siswinya, dia terpaku dengan wajah anggunnya, wajah gadis yang tak lain adalah putri Kiai Ridho, sang pengasuh pesantren itu menukik tajam. Memaksa masuk kebagian terdalam dari hati Faqih. Sebagai seorang remaja yang polos, Faqih menjadi linglung ketika sebuah kenyataan mengantarkannya pada rasaitu, CINTA. 
__***__
Semuanya berawal dari sini,dari sebuah pagi yang menyapa sunyi, dari embun yang membalut sepi, saat awan masih memutar gerimis pagi, saat langit biru menanti mentari bangun dari celah bukit, saat burung-burung bernyanyi di pinus yang tinggi.  
Pagi itu, disebuah Pesantren di sudut Kota Malang. Mobil Avanza silver berhenti tepat didepan kantor MA Al-Wathan. Sesaat kemudian turun seorang perempuan muda dengan sedikit dipapah pria yang kelihatan sedikit lebih tua darinya.
Ia….! Dia Bu Ayla, guru Bahasa Arab di Madrasah yang terakreditasi A itu. Dan yang memapah tadi adalah Pak Sony, suaminya. Bu Ayla sedang hamil tua, sekarang telah memasuki bulan ke delapan, kalau tidak ada halangan bulan depan dia akan menjadi saksi akan hadirnya manusia baru di tengah-tengah mereka. Manusia kecil, lucu, dan menggemaskan seperti yang selama ini di dambakan bersama sang suami tercinta.
Kemarin, saat berkonsultasi dengan dokter spesialis kandugan. Bu Ayla disarankan agar tidak banyak beraktifitas diluar rumah. Karena mungkin saja waktu melahirkannya tidak sesuai dengan jadwal, yang menurut prediksi dokter, Bu Ayla akan melahirkan bulan depan. Mungkin bisa lebih awal dari jadwal seharusnya. Bu Ayla tidak mau ambil resiko, dia menuruti saran dokter. Dan dia telah memutuskan hari ini akan pamit kepada siswa-siswinya untuk break dulu dari mengajar selama dua bulan. Satu bulan pertama untuk menyambut kelahiran buah hatinya, dan satu bulan berikutnya untuk pemulihan pasca melahirkan sekaligus mengurus sang bayi.
Bu Ayla juga akan mengabarkan bahwa selama dua bulan dia akan digantikan oleh adiknya yang di Madura, kemampuan Bahasa Arab adiknya tidak diragukan lagi, karena saat ini dia tercatat sebagai Mahasiswa Fakultas Adab di salah satu Universitas Terkemuka di Kota Suci Mekkah Al-Mukarramah. Apalagi dia seorang hafidzul qur’an. Kebetulan, dia sekarang sedang libur musim panas selama tiga bulan.
__***__
Dikelas III Aliyah Al-Wathan……..
“Kalau memang tidak ada yang mau ditanyakan, ibu rasa cukup sampai disini. Akhirnya tsummassalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh” dengan sedikit senyum Bu Ayla mengakhiri pertemuannya pagi itu
“wa ‘alaikumsalam warahmatullahi wabarokatuh…” serentak semua murid yang ada dikelas menjawab salam guru Bahasa Arab itu. Mengiringi langkah yang mungkin akan mereka rindukan selama dua bulan ini. Sesaat kemudian tubuh Bu Ayla hilang diantara tembok kelas. 
“Fi….. kamu da tau lom? Single terbaru Park Jae-sang?”. “Belom Tasy, mangnya da keluar single terbarunya?”.
“He’eemm...! kamu gimana sich Fi, Ko’ ga’ UP TO DATE gitu? Katanya Fans berat artis-artis Korea?”
  “Ye…. Bukannya ga’ UP TO DATE, tapi akhir-akhir ini aku sibuk banget bantuin Ummi. Jadi tersita dech…. Jadwal novi-nya”
“Tapi, UP TO DATE kan tidak harus dari TV mulu Fi… aku aja tau beritanya bukan dari TV”
“Dari mana?”
“Dari ini” Tasya mengeluarkan sebuah tabloid remaja dari dalam tasnya”
“Wah……… dari mana kamu dapatnya Tasy? Nyolong yac?” 
“Ah…. Su’dzan! Haram tau….”
“Tapi setau aku kamu ga’ pernah suka baca majalah deh…  tumben kamu beli majalah?”
“Sssssttt…..! Ini bukan punyaku”
“Punya siapa?”
Kali ini suara mereka berdua tidak senyaring sebelumnya “tadi pagi, Rizqi nitip ini ke aku”
“Tuk siapa?”
“Siapa lagi kalo bukan neng Salwa, Rizki kan da dari dulu ngejar-ngejar neng Salwa, tapi dasar neng Salwa. Dia anti banget kalo masalah beginian”
“pa.. pa… Pacaran?”
“He’eemmm….!!”
“Hayoo… ngegosipin aku yac…?” tanpa mereka sadari ternyata Salwa ngekuping dari tadi.
“Eng…..eng…. ga’ ko’ neng, ia kan tasya kita ngga’ ngegosip kan? Ya kan?”
“ia kita sebenarnya lagi ngebahas ini neng….” Sofi menyodorkan Tabloid Remaja ke Salwa.
“Wah….. Tabloid? da berita terbaru tentang aktor-aktor Korea ga’?” wajah Salwa tiba-tiba berubah sumringah.
“Baca aja sendiri neng….” 
Neng…..???!!! Sudah menjadi budaya di Jawa bahwa anak Kiai mempunyai panggilan khusus, kalu cowok biasanya dipanggil Gus, sedangkan kalau Cewek dipanggil neng. Salwa yang putri Kiai Ridho juga keciptratan budaya itu. 
Akhir-akhir ini, tiga sahabat itu, sedang demam hebat. Demam Korea! Entah siapa yang mulai. Entah kapan demam ini mulai menyerang tiga bidadari al-Wathan itu. Tidak ada yang mengetahui. Tiba-tiba saja mereka juga ketularan Demam  Korea. Sebagaimana anak-anak lainnya di Negeri ini. Demam Korea….!!
  Salwa sangat serius membaca tabloid yang disodorkan Sofi tadi. Tiba-tiba dia mengernyitkan kulit dahinya “City Hunter.. City Hunter.. City Hunter…” Salwa berkali-kali mengulang judul film terbaru korea itu sambil mengangguk-anggukkan kepalanya seperti orang yang baru memahami suatu penjelasan. “Kalian da nonton lom film ini?” tiba-tiba suaranya melengking agak keras, membuat dua sahabatnya yang lagi asyik ngobrol sedikit kaget.
“Ni… aku baru dapat dari rizqi tadi neng” Tasya berceletuk sambil menggerak-gerakkan sebuah Flashdisk hitam didepan mata Salwa.
“Wah….. ayo kita nonton bareng” Sofi mewakili jawaban Salwa.
Salwa hanya diam, terdengar suara tidak enak di akhir kalimat Tasya tadi “Rizqi” ia… selama ini Rizqi selalu mengejar-ngejar Salwa, anak DPRD itu selalu mencari perhatian dari Salwa. Ngasih hadiah majalahlah, ngasih pinjem Flashdisk-lah atau kalau lagi ke Mall bersama teman-temannya, Rizqi selalu menawarkan tumpangan pada Salwa dkk. Semua ini Rizqi lakukan demi mendapatkan simpati Salwa, tapi Salwa malah sebaliknya dia mencium bau tak enak dari sikap Rizqi. Karenanya, dia jadi tak nafsu ikut nobar film terbaru itu. Tapi karena bujukan dua sahabat tercinta, Tasya dan Sofi. akhirnya dia luluh juga dan ikut nimbrung, nobar City Hunter.
__***__
Wajah pagi mulai tersenyum kembali bersama rinai hujan. Sekarang sedang musim hujan. Tidak heran jika pagi selalu datang dengan gerimis. Pun hari itu, hari dimana seorang pemuda hafidz memulai kisahnya. Kisah? Ia..! kisah, sebuah kisah.
Sekitar jam 06:45 Faqih sudah sampai di halaman Pesantren al-Wathan, dia diantar pak Sony, kakak iparnya dengan Mobil Avanza silver yang biasanya digunakan untuk mengantar Bu Ayla. Mereka berdua datang lebih awal, karena masih ada jadwal ketemu sama pak Kiai Ridho, pimpinan yayasan al-Wathan. Maklum, pak Kiai Ridho sendiri yang minta untuk memperkenalkan ustadz baru yang tak lain adalah adik kandung Bu Ayla itu. pak Sony langsung menuju kediaman pak Kiai.
 “Assalamualaikum” pak Sony salam penuh ta’dzim. Betul saja, Kiai Ridho telah menunggu, buktinya setelah salam Kiai kharismatik itu langssung keluar seraya menjawab salam. 
“Sekarang di Mekkah sudah semester berapa nak Faqih?” pak Kiai mengawali obrolannya. “semester enam pak Kiai” jawab Faqih penuh hormat “oo… berarti sebentar lagi sudah lulus ya..?” “Insyaallah pak Kiai, minta do’anya semoga tak ada halangan” “setelah lulus dari sana rencana apa?, lanjut S2 atau menikah dulu?” “belum tau pak Kiai, tapi insyaallah pulang dulu ke Indonesia, baru setelah itu melanjutkan S2 disana” “emm.., kalau nak Faqih mau menikah jangan repot-repot mencari jodoh, pasrahkan semuanya pada saya, bukan begitu pak Sony?” pak Sony ikut tersenyum lebar seraya menjawab “kalau saya maunya adik ini menikah orang malang saja pak Kiai” “alhamdulillah….,  setuju! saya sangat setuju itu pak Sony” ujar pak Kiai sambil mempersilahkan seorang gadis meletakkan teh di meja. 
Gadis itu sebenarnya telah dari tadi berdiri dibelakang pak Kiai, menunggu aba-aba dari beliau untuk meletakkan teh dan beberapa toples kecil berisi makanan khas malang. Derrrr… mata Faqih menatap sesuatu. Duhai….. tak pernah Faqih melihat sesuatu yang lebih indah dari ini sebelumnya. Dia sendiri hampir tak percaya. Bahwa yang sedang dia lihat sekarang merupakan kenyataan, bukan mimpi. Dia teringat cerita dalam kitab-kitab yang dikajinya di Mekkah. Bahwa di surga ada bidadari-bidadari dimana malaikat yang tak punya nafsupun sempat terpesona demi melihat kecantikanya. 
“Silahkan” ujar si gadis. Sebelum tubuhnya hilang dibalik gorden yang memisahkan ruang tamu dengan ruang tengah rumah Kiai Ridho, gadis itu sempat menatap Faqih, lalu tersenyum. Wwuusss………!! angin sejuk menerobos ke dalam jantungnya, jiwanya bergetar hebat, senyum lembut dan mata bening plus bibir yang merah bak permata rubi itu bagaikan pusaran angin beliung. hanya sekejap, jiwa Faqih tersedot kedalam pusarannya. Faqih tak bisa menghindarinya. bagaimana mau menghidar? bernapas saja dia belum sempat. Sunggguh pesonanya begitu cepat menerobos ke bagian terdalam dari batinya. 
“dia putriku. Namanya Salwa Muhibbah” suara Kiai Ridho berhasil mengembalikan kesadarn Faqih yang sempat hilang. “dia sekarang kelas tiga Aliyah, kelas yang akan kamu ajar juga nak Faqih” lanjutnya.                                                                                                                                                               
__***__
Kring….. kring….. kring…… suara bel masuk terdengar. Tanpa dikomando semua siswa-siswi di al-Wathan berhamburan masuk kelas, baik yang dari tingkat Madrasah Ibtidaiyyah (MI), Tsanawiyyah (MTs) atatupun Madrasah Aliyah (MA), kelas yang akan Faqih ajar. 
Hari ini, di jam pertama dan kedua jadwalnya mengajar di kelas tiga Aliyah, jam ketiga di kelas dua, jam keempat dan kelima dikelas satu.
Didalam kelas tiga Aliyah para siswa penasaran seperti apa guru pengganti Bu Ayla. “Katanya sich mahasiswa di salah satu perguruan tinggi Mekkah” celetuk salah satu dari mereka. “Wahc….. pasti bahasa arabnya top banget” sambung yang lain. “Pasti wajahnya mirip makhluk padang pasir, ya…. hitam legam gitu”, “pokonya kalau cara ngajarnya gak seperti Bu Ayla, mending saya cuti selama dua bulan.” kelas itu mulai rame dengan obrolan mereka. “yang pasti wajahnya akan menyeramkan, cowok-cowok arab kan terkenal pecinta cambang dan jenggot” tukas Tasya.
Mendengar celotehan teman-temannya, Salwa hanya tersenyum sendiri, dia berkata dalam hatinya “andaikan mereka tau betapa gantengnya adik Bu Ayla, pasti mulut mereka akan terkunci rapat karena terpesona, tidak cerewet seperti ini.”
Benar saja apa yang diprediksi Salwa, sesaat kemudian Pak Sudarno, wali kelas III Aliyah masuk dengan di temani seorang cowok ganteng dengan kemeja putih salju dan dasi hitam plus jas ungu tua.
Semuanya melongo penuh kagum, tak ada coment, tak ada suara. Hanya degup jantung mereka yang bergerak, semuanya diam. Terpaku!
Para siswi seakan tak percaya bahwa yang berdiri di depan mereka adalah guru yang akan mengajar mereka selama dua bukan ini, wajahnya bukan tipe seorang guru. Dia lebih pantas menjadi artis, lebih pantasnya lagi artis korea. Seperti yang sering mereka tonton di TV.
“Lee yun seong…., Lee yun seong….,” Salwa mendengar suara Sofi dan Tasya yang berbisik pelan.
__***__
Malam semakin gelap, nyanyian sunyi bertambah syahdu. Sepintas, awan hitam membuka tirai. Ada sepenggal wajah rembulan yang bersembunyi dibalik awan itu. Uh…….. dia mendesah pelan, ada getaran suara dari bagian terdalam hatinya, yang mengharuskannya menghela napas panjang.
“Ustadz Muhammad Faqih….., Muhammad……., Faqih…….., ah! kenapa aku selalu mengingat nama ustadz baru itu?”. Salwa bertanya pada dirinya sendiri. “Tapi mungkin…” lanjutnya “mungkin karena wajahnya agak ke_korea-korea_an  gitu yac..? ah…., aku jadi teringat terus ma beliau” sekali lagi dia bertanya pada batinnya “tapi dia memang cakep banget.. wajahnya putih, hidungnya mancung, matanya sipit, ah… korea banget pokoknya. Apalagi beliau salah satu mahasiswa di Mekkah, hafal al-Qur’an lagi, wah…. Sempurna banget....” pada kalimat terakhir, Salwa memeluk boneka pandanya erat-erat, gemes!. 
“Tapi beliau cuek banget ma cewek” tanpa dia sadari suarnya semakin meninggi “tadi pagi waktu ngajar, jarang banget wajahnya ngadap ke bangku-bangku putri. Kalau tidak ke papan, pasti ke bangku putra, tapi aku lebih suka yang cool kayak beginian..”.
Ummi Salwa yang kebetulan sedang lewat didepan kamarnya mendengar suara Salwa. Karena penasaran dia akhirnya membuka pintu pelan-pelan tanpa mengetuknya terlebih dahulu. “Oh… jadi..????” umminya sambil mengnggukkan kepala, dia sudah tau jawabannya tanpa menanyakan dulu pada Salwa. Sedangkan Salwa yang asyik dengan boneka Pandanya tidak menyadari kalau umminya sedang nguping dibelakangnya. “Ustadz Faqih…. Eee.. bukan, pasnya ustadz Lee yun seong. Ya… ustadz Lee yun seong, bintang film City Hunter. aktor paling ganteng di Korea saat ini… abis beliau mirip banget….”. 
“ustadz Faqqqq….”, “e’hm….!!” Belum selesai Salwa melanjutkan diskusi dengan boneka Pandanya, Ummi berdehem. Bluaaarrrrrr……… seketika mukanya merah, malu. “Um… umm…ummi, ummi ko’ gak ngetuk pintu dulu umm?” dia mencoba menyembunyikan kekikukannya dengan seulas senyum yang dipaksakan.
Ummi Salwa membalas senyum putrinya, lantas berujar “Kirain lagi apa? Ee ternyata……?”, “o.. ya umm tadi waktu ummi pergi ke arisan bibi Aisyah telpon, katanya jubah bordir ummi yang kemarin mesan da selesai, tinggal diambil. Kapan ngambilnya umm?? Kalau ummi sibuk, biar Salwa aja ya.. yang ngambil?? Gimana umm? Salwa aja ya yang pergi ke rumah bibi Aisyah?” Salwa basa-basi tanpa arah, tapi sebenarnya dia hanya ingin mengalihkan tema pembicaraan saja.
 Sedangkan umminya yang memang menunggu-nunggu kabar pesanannya sejak beberapa hari yang lalu. Langsung melupakan gelagak aneh putrinya, yang selalu menyebut nama ustadz baru pengganti Bu Ayla itu.
“Ya sudah.. besok kamu pergi ke rumah bibi Aisyah ngambil jubah ummi” ujar umminya kemudian. “Tapi” lanjutnya. “Salwa sekarang istirahat dulu, sekarang sudah jam sepuluh malam”. “Ia ummi..” jawab Salwa penuh hormat. Tubuh umminya hilang dibalik pintu. Salwa membenarkan selimut pinknya. “bismika allahumma ahya wa bismika amuut”. Suaranya pelan menyebut nama Tuhan. 
__***__
Salwa tidaklah bertepuk sebelah tangan, dia tidak sedang menggantang asap. Karena jauh disana, disebuah rumah berlantai dua bercat orange dengan kombinasi coklat tua. Seseorang sedang berusaha menata hatinya yang sempat porak-poranda demi melihat sang bidadari sekolah, Salwa. dialah Faqih. Virus merah jambu telah menjalar ke segenap urat nadinya. 
Dia kembali duduk di kursi lounge outdoor_nya yang berbahan rotan. Lalu, berdiri lagi, mendekati pagar pembatas dilantai dua yang berwarna abu-abu itu. Matanya bergerak lambat menatap hamparan langit hitam yang penuh bintang. Kemudian dia membiarkan tubuhnya terpatung disamping pagar. Malam ini dia tidak bisa tidur. Benar-benar tidak bisa tidur. Padahal jarum jam telah menunjukkan pukul 00:30, dari tadi dia mencoba memejamkan mata berkali-kali. Namun, entah mengapa? Kelopak matanya seakan marah, hingga tidak pernah mau untuk di ajak kompromi.
Dia kembali kekamarnya, mengunci pintu, lalu merebahkan tubuhnya diatas ranjang untuk yang kesekian kalinya. Dia coba matikan lampu kamarnya berharap gulita akan segera menemani tidurnya malam ini. Namun sayang dia tetap tidak bisa menjemput mimpi-mimpinya. Dia letakkan bantal di atas telinganya, dia tutupi seluruh badannya dengan selimut. Namun sekali lagi, dia tetap tidak bisa tidur. Memorinya berputar kepada kejadian pagi tadi, pesona bidadari yang terpancar dari salah satu murid kelas III Aliyah yang diajarnya pagi itu.
 Salwa! Dia tidak bisa tidur gara-gara dia, gadis bermata biru itu. Wajah beningnya, lesung pipinya menari-nari di pelupuk mata Faqih. Memabawa lamunannya menembus malam, terbang tinggi ke angkasa raya. Bersama kerlip bintang dan remang rembulan, rona gadis itu bagai nyanyian malam  yang membuat simponi surga bagi para binatang melata, larut dalam pesta khayalan. Hingga membuatnya betah berteman malam. 
“apakah ini yang mengilhami para pujangga itu, apakah ini yang dimaksud para penyair dalam syair-syairnya, duhai….. mungkin perasaan seperti inilah yang membuat Qais al-Majnun menuruni lembah yang sunyi nan penuh kerikil tajam dan duri beracun, ketika merindukan kekasihnya, Layla”. Faqih berdialog dengan batinnya.
“Thong…… thong…….. thong…… Sekarang tepat jam satu malam, sekarang tepat jam satu malam, sekarang tepat jam satu malam”. Suara jam dinding yang ada di lantai bawah rumah Pak Sony berdenting “Astaghfirullah…….. sudah jam satu??!! Berarti tiga jam lagi subuh. Faqih…. mengapa kamu memikirkan hal yang tak pasti? Hal yang mungkin saja dibawa oleh syetan? Ingat Faqih kamu seorang hafidzul qur’an! Kau seorang hafidzul qur’an! Kau mengemban amanat suci. Batinmu suci! Jangan kau kotori dengan sesuatu yang tidak pasti, sesuatu yang bisa membuatmu lalai dari Allah, sudah! lupakan saja kejadian tadi pagi disekolah. Lupakan! Belum saatnya kau memikirkan hal-hal seperti  itu. Jiwamu terlalu suci untuk hal semacam itu!” Faqih tak hentinya berdialog dengan batinnya sendiri.
  Lalu, ia melangkahkan kakinya ke kamar mandi, berwudhu’. Dia tau bahwa air wudhu’ dapat menghilangkan keresahan hati. Sekembalinya dari kamar mandi dia kembali memejamkan matanya. Menutupi badannya dengan selimut, “bismika allahumma ahya wa bismika amuut”. Tak berapa lama dia telah tertidur.
__***__
Hari bergulir, Minggu terlewati dan Bulanpun berganti. Kini jatah liburan musim panas selama tiga bulanpun akan segera berakhir. Lima hari lagi dia harus kembali ke Mekkah. Bagi Faqih, liburan yang ketiga ini banyak meninggalkan kesan mendalam untuknya. Kenangan saat dia mengajar di al-Wathan melekat kuat di dinding hatinya.
Masih sangat terasa saat-saat itu. Dimana, setiap hari sabtu dan selasa, selama dua bulan dia bersua dengan para murid di MA al-Wathan. Setiap waktu itu juga dia berjumpa dengan Salwa. Sejak pertemuan pertama diruang tamu dulu itu, ada sesuatu yang tak pernah Faqih rasakan sebelumnya. Setiap hari rasa itu semakin menggebu mengajaknya pada sebuah dunia yang benar-benar baru untuk seorang penghafal al-Qur’an sepertinya.
Apalagi ada sinyal baik dari keluarga Salwa, termasuk pak Kiai sendiri. Ditambah seakan Salwa bersengaja mengajaknya membangun rasa itu. Terbukti dari sekian banyak perhatian yang menurut Faqih terlalu berlebihan untuk seukuran guru pembantu sepertinya.
__***__
Jam 7 pagi, di sebuah rumah mewah di ujung timur Madura. 
Faqih sibuk menyetrika pakaiannya, melipatnya, lalu diletakkan di kopernya. Lima hari lagi dia akan kembali ke Mekkah. Ditengah kesibukan, HP-nya berbunyi tanda SMS masuk “antum sdh bka email?” SMS itu dari pak kepala sekolah al-Wathan “blom da pa pak?” “bka ja”.
Faqih mengambil laptop, membukanya, lalu mencolokkan modem. Segera dia buka emailnya. Benar saja, ada tiga pesan masuk. Satunya dari Abdullah bin Anas al-Makki temannya di Mekkah dan yang satu lagi dari Muhammad Habib juga temannya dari Jakarta. dia mulai bertanya-tanya apa maksud pak kepala sekolah? Dia buka email yang terakhir alangkah terkejutnya, email itu dari gadis yang dirindukannya selama ini.
From : salwabibah@yahoo.com  
To : faqih_dear489@yahoo.co.id
Assalamulaikum wa Rahmatullah wa Barakaatuh. 
Bismillah… Doaku mengawali isi surat ini, semoga kita tetap dalam lindungannya, amin ya robbal alamin. Sholawat dan Salam semoga tetap tercurahkan kepada Rosul sang pembawa misi cinta, yang kalau bukan karenanya dunia ini tak kan pernah tercipta.
Ustadz, maafkan kelancangan ini. Tapi rasanya tidak ada jalan lain selain dengan cara ini, surat ini adalah penghujung dari usaha Salwa, untuk meyakinkan hati Salwa akan isyarat yang datang akhir-akhir ini. Salwa tau alamat email Ustadz dari pak kepala sekolah. Ustadz….., Salwa tidak tau harus mengawali dari mana, Salwa khawatir akan ada kalimat yang kurang sopan kepada ustadz. Sekali lagi maafkan Salwa atas ketidak sopanan ini.
 Entah kenapa…., sejak ustadz kembali ke Madura. Hari-hari Salwa terasa hambar, seakan semuanya berubah menjadi sunyi, Salwa merasa sepi bahkan disaat keramaian sekalipun. Mungkin seperti inilah perasaan yang dialami Zulaikha kala bertemu Yusuf, Salwa dapat merasakan siksa yang di rasakan Laila kala Qais tiada di sampingnya. 
Apalagi, akhir-akhir ini ustadz selalu datang dalam mimpi Salwa, belum lagi, obrolan Abi dan Ummi yang seakan memberi sinyal bahwa ustadz adalah yang terbaik buat Salwa. Ustadz…, sungguh Salwa telah melawan perasaan ini sekuat yang Salwa bisa. Namun, semakin Salwa berusaha melawannya, semakin besar pula perasaan ini menghujam hati.
Jika Salwa menutup mata, maka yang terlihat adalah wajah ustadz. Kadang, sesekali Salwa bertanya pada langit “siapakah calon imamku nanti?” aku langsung teringat pada Ustadz. 
Ustadz, untuk yang terakhir ini, Salwa sekali lagi minta maaf, karena Salwa harus jujur pada antum. Ustadz tau siswa yang bernama Rizqikan? Anak DPRD itu dalam waktu dekat akan datang ke rumah, dia akan meng-khitbah Salwa ustadz. Demi tuhan Salwa bersumpah, Salwa tidak ingin hal itu terjadi. Salwa tidak ingin menjadi halal bagi orang lain selain ustadz.
 Ustadz, Salwa yakin kalau perasaan ustadz tidak jauh beda dengan Salwa. Ustadz hanya tinggal bilang kalau ustadz juga mencintai Salwa, itu sudah cukup untuk menjadi alasan kepada keluarga Rizqi nantinya. Demi Tuhan, Salwa hanya ingin menjadi halal untuk ustadz, bukan orang lain.  
Wassalamualaikum wa Rahmatullah wa Barakaatuh.
Faqih tidak bisa membendung air matanya lagi, hatinya bergemuruh hebat, jantungnya berguncang. Dia benar-benar tidak tau apa yang harus ia lakukan sekarang. Disatu sisi dia tidak bisa membohongi dirinya sendiri, dia juga tidak akan rela andai Salwa menjadi milik orang lain. Disisi lain dia tidak mungkin melanggar perinsipnya untuk tidak pacaran.
Disaat-saat seperti ini tidak ada jalan lain bagi Faqih selain bermusyawarah dengan orang-orang terdekatnya dan berdo’a meminta petunjuk kepada yang maha pemberi petunjuk.
__***__
From : faqih_dear489@yahoo.co.id 
To : salawabibah@yahoo.com 
Assalamulaikum wa Rahmatullah wa Barakaatuh.
Alhamdulillah…, atas segala yang ada. Sholatan wa Tasliiman semoga senantiasa bagi sang pujaan hati sepanjang masa.
 Salwa…., Aku dapat mendengar betapa rindumu selalu memanggil namaku, aku bisa meraskan salam cinta yang selalu kau kirim lewat semilir malam, akupun tau, kau berdo’a untukku dalam setiap tahajjudmu.
Kau berkata, bahwa sejak aku kembali ke Madura, hari dan malammu menjadi hambar. Akupun begitu, bahkan aku lebih sakit ketika harus meninggalkan Malang, berpisah darimu. Kau juga berkata kalau kau tidak mau menjadi yang halal kepada selain aku. Akupun begitu, bahkan aku jauh tidak rela jika di undangan pernikahanmu, namamu tidak tertulis dengan namaku.
Namun, kau tlah tau, siapa aku. Disamping statusku yang sebagai mahasiswa di tanah yang disucikan Allah, aku juga seorang Hafidzul Qur’an yang tidak menghalkan apa yang telah diharamkan. Al-Qur’an adalah roh dan jiwaku, aku tidak mungkin membohongi diriku sendiri. 
Pada akhirnya, keputusanku bulat. Aku akan memendam perasaan ini dalam-dalam, kemudian membuangnya jauh-jauh dari batinku. Karena dalam kamus hidupku tidak ada kata cinta apalagi pacaran, selain kepada Allah, Rosulullah, keluargaku dan kepada semua yang halal untuk dicintai.
  Sungguh, smakin aku bertirakat melupakanmu, smakin pula rasa itu menyiksaku. Hingga suatu malam aku sholat istikharah. Dan, alangkah terkejutnya aku, ketika dalam istikharah aku melihat bayangmu di belakangku, seakan kau menjadi ma’mum dalam sholat istikharahku. 
Esoknya, aku bermusyawarah dengan Abi dan Ummi, tapi bukannya memberi solusi agar aku bisa melupakanmu. Malah beliau menyuruhku untuk melamarmu, aku belum bisa menerima perintah beliau berdua. Lalu, aku telpon kak Ayla dan kak Sony, ternyata beliau berdualah yang bermusyawarah dengan Abi-Ummi, bahwa kelak setelah aku lulus dari Mekkah, kau akan dilamarkan untukku.
Salwa……, dengan bacaan basmalah aku katakana bahwa “aku juga ingin menjadi yang halal bagimu”. Bersiaplah ya habibah……., dua hari lagi, sebelum kembali ke Mekkah, aku akan datang melamarmu. 
Share this post
  • Share to Facebook
  • Share to Twitter
  • Share to Google+
  • Share to Stumble Upon
  • Share to Evernote
  • Share to Blogger
  • Share to Email
  • Share to Yahoo Messenger
  • More...

0 komentar:

Post a Comment